Dalam kamus kedokteran, autis didefinisikan sebagai keadaan introversi mental dengan perhatian yang hanya tertuju pada ego sendiri. Anak yang mengalami gangguan ini akan terlihat lebih emosional, serta di tandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
Secara umum, anak yang mengalami gangguan ini akan mengalami efek pada sistem pencernaan, syaraf, dan kekebalan tubuh. Efek enzim dipeptil transferase yang berlebih dalam tubuhnya menyebabkan si anak autis tidak bisa mencerna casein (susu sapi) dan gluten (terigu). Jika tetap mengkonsumsi makanan tersebut, dapat
dipastikan kadar morfin di otak yang berasal dari zat-zat tersebut meningkat, lalu anak terkesan berperilaku seperti morfinis (ketagihan obat).
Autis merupakan kelainan syaraf yang unik, karena tidak ada tes medis yang dapat membedakan diagnosis autis. EEG, X Ray, pemeriksaan darah, dan lain-lain pada umumnya normal. Diagnosisnya hanya bisa dilakukan oleh seorang profesional yang sudah terbiasa.
Jika seorang bayi mengalami autis, ketika dipanggil namanya dia tidak merespons. Bayi juga terlihat kurang menjalin hubungan mata dengan orang lain. Ketika berumur 1 tahun, ia belum bisa menunjuk. Lebih dari 1 tahun perkembangan kemampuan bahasa agak terlambat. Jika sudah bisa berbahasa, penggunaannya tidak secara produktif maupun kosa kata bagus.
Secara garis besar dia tidak memperhatikan keberadaan orang lain, mungkin juga membuat kontak dengan anak lain, tetapi tidak tahu bagaimana harus bertindak. Ketika mengikuti permainan, ia terlihat kasar, mengulang-ulang dan tampak gelisah. Autis dirasakan oleh seseorang hingga dia beranjak dewasa. Anak yang menderita autis akan merasa sebagai orang asing di lingkungannya sendiri. Kadang dia merasa dirugikan dalam kelompok orang dan dia juga sering tidak mengerti bahasa tubuh dan petunjuk nonverbal.
Peran orangtua sangat penting dalam mencegah progresivitas gangguan yang terjadi, baik gangguan komunikasi, learning disabilities, maupun autis. Untuk itu, orangtua perlu meningkatkan pengetahuan tentang kelainan-kelainan tersebut mengingat kejadiannya yang makin meningkat. Jika sudah diketahui terjadi, orangtua perlu bekerja sama dengan terapis dan berbagai pengalaman dengan membentuk parent support group. Dan yang paling penting adalah dengan tetap menjaga keseimbangan hidup dalam keluarga.
Secara garis besar, autis adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial, dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan autis infantil. Gejala autis infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya bisa melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun, dan yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya interaksi tatap mata.
Secara umum, anak yang mengalami gangguan ini akan mengalami efek pada sistem pencernaan, syaraf, dan kekebalan tubuh. Efek enzim dipeptil transferase yang berlebih dalam tubuhnya menyebabkan si anak autis tidak bisa mencerna casein (susu sapi) dan gluten (terigu). Jika tetap mengkonsumsi makanan tersebut, dapat
dipastikan kadar morfin di otak yang berasal dari zat-zat tersebut meningkat, lalu anak terkesan berperilaku seperti morfinis (ketagihan obat).
Autis merupakan kelainan syaraf yang unik, karena tidak ada tes medis yang dapat membedakan diagnosis autis. EEG, X Ray, pemeriksaan darah, dan lain-lain pada umumnya normal. Diagnosisnya hanya bisa dilakukan oleh seorang profesional yang sudah terbiasa.
Jika seorang bayi mengalami autis, ketika dipanggil namanya dia tidak merespons. Bayi juga terlihat kurang menjalin hubungan mata dengan orang lain. Ketika berumur 1 tahun, ia belum bisa menunjuk. Lebih dari 1 tahun perkembangan kemampuan bahasa agak terlambat. Jika sudah bisa berbahasa, penggunaannya tidak secara produktif maupun kosa kata bagus.
Secara garis besar dia tidak memperhatikan keberadaan orang lain, mungkin juga membuat kontak dengan anak lain, tetapi tidak tahu bagaimana harus bertindak. Ketika mengikuti permainan, ia terlihat kasar, mengulang-ulang dan tampak gelisah. Autis dirasakan oleh seseorang hingga dia beranjak dewasa. Anak yang menderita autis akan merasa sebagai orang asing di lingkungannya sendiri. Kadang dia merasa dirugikan dalam kelompok orang dan dia juga sering tidak mengerti bahasa tubuh dan petunjuk nonverbal.
Peran orangtua sangat penting dalam mencegah progresivitas gangguan yang terjadi, baik gangguan komunikasi, learning disabilities, maupun autis. Untuk itu, orangtua perlu meningkatkan pengetahuan tentang kelainan-kelainan tersebut mengingat kejadiannya yang makin meningkat. Jika sudah diketahui terjadi, orangtua perlu bekerja sama dengan terapis dan berbagai pengalaman dengan membentuk parent support group. Dan yang paling penting adalah dengan tetap menjaga keseimbangan hidup dalam keluarga.
Secara garis besar, autis adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial, dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan autis infantil. Gejala autis infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya bisa melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun, dan yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya interaksi tatap mata.
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment